Pagi itu tanggal aku jengkel setengah mati dengan omku. Padahal
ini bulan Ramadhan. Seharusnya aku tidak boleh jengkel apalagi marah-marah. Tapi
ini sudah sampai akhir kesabaranku.
Pagi ini aku jengkel, aku marah dan akan
menangis.
Emosiku lagi labil. “Ya Allah … maafkanlah aku. Aku akan mengqodlo
puasaku hari ini. Ya Allah maafkanlah hambamu ini” kataku dalam hati.
Aku segera pergi ke wartel
untuk menelepon keluargaku karena sekarang aku sedang berada jauh
dari rumah. Aku ingin menumpahkan segala rasa yang ada di hatiku pada mereka. Maka
air mataku berlinang deras di pipi ketika aku menceritakan semua. Keluargaku
memang yang terbaik untukku mengadu Setidak-tidaknya bisa mengurangi beban yang
ada di hati ini.
Setelah lulus dari SMA aku
diminta ibuku untuk menunggui nenekku yang sudah sangat tua karena ibuku
sendiri masih bertugas sebagai guru SD yang jauh dari rumah nenekku dan belum
pensiun. Maka aku diminta untuk menggantikannya.
Siang harinya Kakak
perempuanku datang bersama adik sepupuku ke rumah nenek.
“Ada apa mbak?” tanyaku
“Sebentar, kamu tata hati kamu
dulu ya …” pintanya
“Memangnya kenapa?”, tanyaku
lagi.
“Mm … kamu kenal Lina?”
kakakku ragu untuk mengatakan sesuatu
“Lina? Adik kelasku?”, kakaku
mengangguk, “aku kenal, Lina kenapa?
“Sabar ya dek. Lina meninggal
…”
Deg!! jantungku berdetak tak teratur. Tenang! Kataku pada diriku sendiri. “Innalillahiwainnailahi rajiun …”.
“Lina meninggal? Karena apa?,”
Aku terus bertanya.
Dadaku mulai sesak, aku ingin menanggis tapi
air mataku tak bisa keluar karena dari tadi pagi aku sudah terlalu banyak
menangis.
“Kecelakaan. Tadi Kiki datang
ke rumah memberitahu kabar ini.” Jelas kakakku
Lengkaplah sudah kesedihanku
hari ini. Mood yang sudah buruk bertambah buruk mendengar berita ini.
Aku teringat sebulan yang lalu aku sempat
meneleponnya dihari ulang tahunnya. Waktu ku telepon dia, dia juga bercerita
kalau dia habis kecelakaan dan membuat dia harus di gips tangannya. Aku ikut
prihatin saat itu. Dan saat ini Lina telah tiada karena kecelakaan pula. Ya
Allah … berikanlah tempat yang terbaik untuk Lina … Ampunilah dosa-dosanya …
Amin …
Aku segera berpamitan dengan
nenekku dan adik
sepupuku yang ikut menjaga nenekku. Aku minta izin untuk pulang ke rumah
bersama dengan mbak dan adik sepupuku yang satu lagi yang mengantarkan mbakku
sampai ke rumah nenekku.
Konsentrasiku sudah buyar.
Pikiranku berlarian ke mana-mana. Selama di perjalanan pulang ke rumah aku
terus membisu. Tidak ada niat untuk bergurau dengan kakak dan adikku. Dan aku
yakin mereka pasti memakluminya.
----***----
Tiba di rumah, aku disambut
dengan adonan roti kering yang belum diselesaikan oleh kakakku. Memang setiap
tahunnya kakakku menerima pesanan roti kering untuk menu Idul Fitri.
Setelah menenangkan hatiku
sejenak aku mengambil sepedaku dan segera meluncur menuju ke rumah Kiki untuk
berbicara lebih lanjut. Ternyata di
pertengahan jalan aku bertemu dengan Kiki. Kami melakukan musyawarah di pinggir
jalan setelah sepedanya kami tepikan.
Kami sepakat untuk ta’ziah ke
rumah Lina keesokan harinya. Karena dari kabar yang didapatkan katanya jenazah
tiba di kediaman masih nanti malam. Jadi masih belum diketahui penguburannya
kapan pastinya.
Kami kembali ke rumah
masing-masing, menanti datangnya hari besok. Selama seharian itu aku menjadi
orang yang paling penting di rumah. Teman-temanku secara bergantian meneleponku
untuk memberi tahuku kabar meninggalnya Lina. Dan mereka juga berusaha untuk
menghiburku.
Ya… Aku menerima kenyataan
kalau Lina memang telah tiada dan aku berusaha untuk mengikhlaskannya. Mengikhlaskan
kepergiannya beserta kenangan-kenagannya. Walau kenangan-kenangan itu tidak
akan pernah sirna dari memori otak ini. Bahwa aku pernah kenal akrab dan dekat
layaknya saudara dengan Lina. Yah.. Lina Hapsari, yang pernah satu sekolah
denganku. Dia juga pernah mengukir kenangan bersama teman-temannya di kelas
1.2, dan menjadi ketua liqo’ Fadilah Az-Zahra. Dia memang bagian dari liqo’
ini.
Lina Hapsari, nama yang tidak
akan pernah ku lupakan sampai berakhirnya waktuku besok.
Keesokan harinya aku berangkat
Ta’ziah ke rumah Lina bersama-sama Kiki. Selama di perjalanan Kiki terus
menghiburku dari kesedihanku.
Tiba di rumah duka, kami
disambut baik oleh keluarganya Lina. Ternyata Lina telah dikebumikan semalam. Jadi
aku tidak melihat jenazah Lina untuk terakhir kalinya.
Setelah berbincang-bincang
sebentar bersama keluarga, Kamipun minta diri. Dan kembali ke rumah
masing-masing.
---- *** ----
Lina adikku … begitu cepat
waktu ini berjalan. Begitu cepat pula kamu menghadapNya, pada usiamu yang masih
sangat belia. Innalillahi wa inna ilaihi rooji’uun … Selamat Jalan
adikku sayang. Aku sangat kehilanganmu. Semoga kamu dipermudah segala-galanya
di sana.
Setahun kita kenal. Serasa bertahun-tahun bagiku. Menoreh banyak
kenangan. Rasanya aku tidak percaya dengan semua ini. Baru sebulan yang lalu
aku mendengar suaramu ditelepon, sekarang kamu telah tiada. Inilah takdir
dariNya. Pesan yang ingin kau terima dari segala ceritamu itu.
Aku teringat isi suratmu yang sangat membingungkanku kala itu. Maafkan aku. Betapa bodohnya aku sehingga
aku tidak mengerti dengan isi surat kamu. Aku baru mengerti sekarang, setelah
semuanya berakhir. Ternyata surat itu surat yang terakhir. Kamu ingin bercerita
tentang keanehan-keanehan baru yang kamu rasakan menjelang kamu tiada. Maafkan aku. Maafkan aku atas
segala kesalahanku padamu. Selamat jalan adikku sayang …
Selesai
.9 Mei 2009
17.50 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar