Rabu, 06 Agustus 2014

20. After That ….



Pagi itu tanggal  aku jengkel setengah mati dengan omku. Padahal ini bulan Ramadhan. Seharusnya aku tidak boleh jengkel apalagi marah-marah. Tapi ini sudah sampai akhir kesabaranku.
 Pagi ini aku jengkel, aku marah dan akan menangis. 
Emosiku lagi labil. “Ya Allah … maafkanlah aku. Aku akan mengqodlo puasaku hari ini. Ya Allah maafkanlah hambamu ini” kataku dalam hati.
Aku segera pergi ke wartel untuk menelepon keluargaku karena sekarang aku sedang berada jauh dari rumah. Aku ingin menumpahkan segala rasa yang ada di hatiku pada mereka. Maka air mataku berlinang deras di pipi ketika aku menceritakan semua. Keluargaku memang yang terbaik untukku mengadu Setidak-tidaknya bisa mengurangi beban yang ada di hati ini.
Setelah lulus dari SMA aku diminta ibuku untuk menunggui nenekku yang sudah sangat tua karena ibuku sendiri masih bertugas sebagai guru SD yang jauh dari rumah nenekku dan belum pensiun. Maka aku diminta untuk menggantikannya.
Siang harinya Kakak perempuanku datang bersama adik sepupuku ke rumah nenek.
“Ada apa mbak?” tanyaku
“Sebentar, kamu tata hati kamu dulu ya …” pintanya
“Memangnya kenapa?”, tanyaku lagi.
“Mm … kamu kenal Lina?” kakakku ragu untuk mengatakan sesuatu
“Lina? Adik kelasku?”, kakaku mengangguk, “aku kenal, Lina kenapa?
“Sabar ya dek. Lina meninggal …”
 Deg!! jantungku berdetak tak teratur. Tenang! Kataku pada diriku sendiri. “Innalillahiwainnailahi rajiun …”.
“Lina meninggal? Karena apa?,” Aku terus bertanya.
 Dadaku mulai sesak, aku ingin menanggis tapi air mataku tak bisa keluar karena dari tadi pagi aku sudah terlalu banyak menangis.
“Kecelakaan. Tadi Kiki datang ke rumah memberitahu kabar ini.” Jelas kakakku
Lengkaplah sudah kesedihanku hari ini. Mood yang sudah buruk bertambah buruk mendengar berita ini.
 Aku teringat sebulan yang lalu aku sempat meneleponnya dihari ulang tahunnya. Waktu ku telepon dia, dia juga bercerita kalau dia habis kecelakaan dan membuat dia harus di gips tangannya. Aku ikut prihatin saat itu. Dan saat ini Lina telah tiada karena kecelakaan pula. Ya Allah … berikanlah tempat yang terbaik untuk Lina … Ampunilah dosa-dosanya … Amin …
Aku segera berpamitan dengan nenekku dan adik  sepupuku yang ikut menjaga nenekku. Aku minta izin untuk pulang ke rumah bersama dengan mbak dan adik sepupuku yang satu lagi yang mengantarkan mbakku sampai ke rumah nenekku.
Konsentrasiku sudah buyar. Pikiranku berlarian ke mana-mana. Selama di perjalanan pulang ke rumah aku terus membisu. Tidak ada niat untuk bergurau dengan kakak dan adikku. Dan aku yakin mereka pasti memakluminya.


----***----

Tiba di rumah, aku disambut dengan adonan roti kering yang belum diselesaikan oleh kakakku. Memang setiap tahunnya kakakku menerima pesanan roti kering untuk menu Idul Fitri.
Setelah menenangkan hatiku sejenak aku mengambil sepedaku dan segera meluncur menuju ke rumah Kiki untuk berbicara lebih lanjut. Ternyata  di pertengahan jalan aku bertemu dengan Kiki. Kami melakukan musyawarah di pinggir jalan setelah sepedanya kami tepikan.
Kami sepakat untuk ta’ziah ke rumah Lina keesokan harinya. Karena dari kabar yang didapatkan katanya jenazah tiba di kediaman masih nanti malam. Jadi masih belum diketahui penguburannya kapan pastinya.
Kami kembali ke rumah masing-masing, menanti datangnya hari besok. Selama seharian itu aku menjadi orang yang paling penting di rumah. Teman-temanku secara bergantian meneleponku untuk memberi tahuku kabar meninggalnya Lina. Dan mereka juga berusaha untuk menghiburku.
Ya… Aku menerima kenyataan kalau Lina memang telah tiada dan aku berusaha untuk mengikhlaskannya. Mengikhlaskan kepergiannya beserta kenangan-kenagannya. Walau kenangan-kenangan itu tidak akan pernah sirna dari memori otak ini. Bahwa aku pernah kenal akrab dan dekat layaknya saudara dengan Lina. Yah.. Lina Hapsari, yang pernah satu sekolah denganku. Dia juga pernah mengukir kenangan bersama teman-temannya di kelas 1.2, dan menjadi ketua liqo’ Fadilah Az-Zahra. Dia memang bagian dari liqo’ ini.
Lina Hapsari, nama yang tidak akan pernah ku lupakan sampai berakhirnya waktuku besok.
Keesokan harinya aku berangkat Ta’ziah ke rumah Lina bersama-sama Kiki. Selama di perjalanan Kiki terus menghiburku dari kesedihanku.
Tiba di rumah duka, kami disambut baik oleh keluarganya Lina. Ternyata Lina telah dikebumikan semalam. Jadi aku tidak melihat jenazah Lina untuk terakhir kalinya.
Setelah berbincang-bincang sebentar bersama keluarga, Kamipun minta diri. Dan kembali ke rumah masing-masing.
---- *** ----
Lina adikku … begitu cepat waktu ini berjalan. Begitu cepat pula kamu menghadapNya, pada usiamu yang masih sangat belia. Innalillahi wa inna ilaihi rooji’uun … Selamat Jalan adikku sayang. Aku sangat kehilanganmu. Semoga kamu dipermudah segala-galanya di sana.
Setahun kita kenal. Serasa bertahun-tahun bagiku. Menoreh banyak kenangan. Rasanya aku tidak percaya dengan semua ini. Baru sebulan yang lalu aku mendengar suaramu ditelepon, sekarang kamu telah tiada. Inilah takdir dariNya. Pesan yang ingin kau terima dari segala ceritamu itu.
Aku teringat isi suratmu yang sangat membingungkanku kala itu. Maafkan aku. Betapa bodohnya aku sehingga aku tidak mengerti dengan isi surat kamu. Aku baru mengerti sekarang, setelah semuanya berakhir. Ternyata surat itu surat yang terakhir. Kamu ingin bercerita tentang keanehan-keanehan baru yang kamu rasakan menjelang kamu  tiada. Maafkan aku. Maafkan aku atas segala kesalahanku padamu. Selamat jalan adikku sayang …
                                                                              Selesai .9 Mei 2009

17.50 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar